Sabtu, 06 Februari 2010

Islam di Irak

Irak

Ribuan tahun sebelum Masehi (sekitar 3500 SM.) di wilayah Irak telah berdiri beberapa pemerintahan besar yang membangun peradaban dunia paling awal, seperti Sumeria, Akkad, Assyria, dan Babylonia. Peradaban dunia paling awal berkembang di daerah Irak sekarang khususnya di lembah Sungai Tigris.

Tahun 539 SM. wilayah ini dikuasai pemerintahan Persia. Tahun 331 SM, Iskandar Agung (Iskandar Zulkarnain) mengusir bangsa Persia dan pemerintahan Yunani berkuasa di wilayah ini. Orang Yunani menyebutnya Mesopotamia. Tahun 115 wilayah itu menjadi bagian dari Kekaisaran Roma selama 500 tahun. Kemudian sebagian daerahnya dikuasai Persia; daerah lain tetap dikuasai Roma hingga datangnya Islam. Wilayah Irak ditaklukkan tentara Arab Islam tahun 633-637, dengan membawa bahasa Arab dan ajaran Islam ke wilayah itu.

Penaklukan itu berlangsung dalam tiga tahap: Tahap pertama berlangsung pada masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq. Tentara Islam di bawah pimpinan Musanna bin Harisah menaklukkan bagian barat Sungai Eufrat. Kesuksesan ini mendorong Abu Bakar mengirim tentara yang lebih besar di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Ia menyerang dari utara dan menguasai kota Hirah. Di sini ia bertemu dengan tentara Persia. Kemudian ia menguasai pelabuhan al-Ubullah di Teluk Arab.Tahap kedua berlangsung pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Serangan diarahkan ke utara Baghdad, yang disebut Ard as-Sawad. Di sini pemerintahan Persia membangun pusat pemerintahan di kota Madain.

Pertempuran berlangsung beberapa tahun dan melibatkan banyak panglima tentara Islam terbaik, antara lain Musanna bin Harisah, Abu Ubaidah bin Umar as-Saqafi, Jarir bin Abdullah dan Sa'd bin Abi Waqqas. Panglima tersebut terakhir, yang disebut juga Penakluk Ard as-Sawad, adalah yang paling sukses dan paling luas taklukannya. Ia didampingi oleh panglima-panglima lain, seperti Mughirah bin Syu'bah, Qais bin Habirah dan Tulaihah bin Khuwailid. Ia menghadapi tiga pertempuran penting, yaitu pertempuran Qadisiyyah, Madain dan Jalula. Ia berhasil menaklukkan seluruh daerah Ard as-Sawad, termasuk daerah yang sekarang disebut Basra. Penaklukan kemudian dilanjutkan oleh Syuraih bin Amir dan Utbah bin Gazwan atas suku-suku Arab yang bekerjasama dengan bangsa Persia di utara Irak.Tahap ketiga juga pada masa Khalifah Umar. Tentara Islam dipimpin oleh Iyad bin Ganam. Serangan diarahkan ke daerah yang dikuasai bangsa Romawi, yang disebut Ard al-Jazirah. tempat pertempuran antara tentara Persia dan Romawi.

Tentara Islam dapat menguasai kota-kota penting, seperti ar-Raqqah, Harran dan ar-Ruha. Kota-kota ini dijadikan markas tentara Islam, yang kemudian mengadakan serangan ke Armenia dan sekitarnya. Penyebaran ajaran Islam dipusatkan di kota kembar Basra dan Kufah yang dibangun pada masa Khalifah Umar. Khalifah mengirim Abu Musa al-Asy'ari ke Basra dan Abdullah bin Mas'ud (Ibnu Mas'ud) ke Kufah. Ulama-ulama dari Madinah berdatangan ke kedua kota ini. Demikian juga ke kota Mosul yang terletak di jalur perdagangan antara timur dan barat. Walaupun Khalifah Umar menerapkan kebebasan beragama kepada penduduk Irak, bahasa Arab dan Islam cepat diterima penduduk, sehingga penganut Islam menjadi mayoritas.

Pada akhir masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan, di kota Basra dan Kufah timbul gerakan oposisi. Kelompok-kelompok umat Islam dari kedua kota itu datang memberontak ke Madinah dan membunuh Khalifah Usman. Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, pusat pemerintahannya dipindahkan ke Kufah. Pada masa Dinasti Umayyah, Basra dan Kufah menjadi pusat gerakan oposisi Bani Hsyimiyah, Abbasiyah, Syiah dan Khawarij. Setelah Dinasti Umayyah jatuh dan digantikan oleh Dinasti Abbasiyah, wilayah Irak berada di bawah kekuasaan pemerintahan dinasti ini tahun 133-656 H./750-1258 M. Pusat pemerintahan di Baghdad, kota yang dibangun oleh Abu Ja'far al-Mansur khalifah kedua, tahun 145 H./762 M.

Selama pemerintahan Dinasti Abbasiyah, Irak khususnya Baghdad, menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, perdagangan, peradaban dan ilmu pengetahuan di dunia Islam timur. Puncak kejayaan dinasti ini dicapai pada masa pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809) dan Khalifah al-Makmun (813-833). Dalam kurun waktu tersebut dinasti itu mengalami kemajuan pesat di bidang ekonomi, berbagai cabang ilmu pengetahuan, konstruksi dan teknologi, kesenian, sastra dan politik yang stabil di wilayah kekuasaan yang luas. Setelah kurun waktu tersebut, dinasti itu mengalami disintegrasi politik, sehingga melahirkan pemerintahan-pemerintahan kecil. Kemajuan di bidang ekonomi dan perdagangan membawa dampak kepada kemajuan ilmu pengetahuan, filsafat dan kebudayaan Islam. Disamping dana tersedia, pengembangan bidang ini juga didorong pemerintah dengan menyediakan berbagai fasilitas dan memberikan kebebasan intelektual. Pengembangan ilmu pengetahuan dilakukan dengan beberapa cara: Pertama, dilakukan penerjemahan buku-buku Yunani, Persia, Suriah, India dan Koptik ke dalam bahasa Arab. Ribuan buku diambil dari perpustakaan-perpustakaan lama, dibawa ke Irak untuk diterjemahkan dan perpustakaan-perpustakaan baru didirikan. Gerakan penerjemahan ini berlangsung tahun 750-850.Kedua, karya-karya yang diterjemahkan itu kemudian diberi komentar oleh para sarjana Islam.

Teori-teori yang ada diberi penjelasan dan disesuaikan dengan Islam. Melalui renungan, pengamatan, penelitian dan eksperimen, mereka dapat melahirkan teori-teori dan konsep-konsep baru. Dari kegiatan ini mereka menghasilkan ribuan karya tulis dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Ketiga, didirikan lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi, seperti Baitul Hikmah, Majelis al-Manazarah dan Madrasah Nizamiyah. Masjid-masjid, istana dan rumah para sarjana difungsikan sebagai tempat-tempat belajar. Baghdad, Basra, Kufah dan Mosul menjadi pusat pengembangan berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti tafsir, hadits, fiqh, bahasa, sejarah, filsafat, ilmu alam, ilmu pasti, matematika, astronomi, kedokteran, ilmu kalam, musik dan sastra. Seni ukir, seni lukis dan arsitektur Islam tampak dalam bangunan-bangunan masjid-masjid di Baghdad, Basra dan Kufah; juga pada istana di Baghdad dan Samarra. Keempat kota ini melahirkan ulama dan tokoh pemikir serta ribuan lulusan, yang kemudian menyebar ke berbagai negeri Islam dan mengembangkan ilmu pengetahuan di negeri masing-masing.

Karena itu selama Dinasti Abbasiyah berkuasa di Irak, perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam merata di berbagai kota penting di luar Irak. Kejayaan Dinasti Abbasiyah di Irak berakhir setelah Baghdad dihancurkan Hulagu Khan dari Mogul tahun 1258. Tahun 1401 Irak dikuasai kembali oleh bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk; tahun 1508 dikuasai oleh Persia di bawah pimpinan Isma'il Safawi; tahun 1683 dikuasai oleh Turki Usmani. Dalam Perang Dunia I, Inggris membebaskan Irak dari Turki Usmani. Inggris membantu mendirikan industri petroleum di Baghdad dan membangun pelabuhan modern di Basra. Tahun 1920 Liga Bangsa-Bangsa memberi mandat atas Irak kepada Inggris.

Tahun 1921 Inggris membantu para pemimpin Irak membentuk pemerintahan. Faisal I (Faisal bin Husein bin Ali) dari Mekkah menjadi raja pertama. Tahun 1932 Liga mengakhiri mandat Inggris atas Irak dan mengakuinya sebagai negara merdeka. Raja Faisal terbunuh tahun 1933 dan digantikan anaknya, Ghazi. Akibat kecelakaan yang menewaskan Ghazi, ia kemudian digantikan anaknya yang baru berusia 3 tahun, Faisal II; pamannya Pangeran Abdullah bertindak sebagai pelaksana pemerintahan. Tahun 1953 Faisal II mengambil kekuasaan penuh.

Tahun 1958 kelompok militer mengambil-alih kekuasaan dan menyatakan Irak sebagai negara republik (14 Juli 1958). Sejak 1979 Saddam Husein seorang pimpinan Partai Ba'ath, menjadi presiden Irak dan membawa negara itu terjerumus dalam dua perang: 1980-l990 melawan Iran, karena masalah perbatasan; Januari 1991 melawan Sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat, karena Irak menganeksasi Kuwait dan menjadikannya propinsi ke-19. Di samping anggota PBB, Liga Arab, OPEC, Irak juga adalah anggota Organisasi Konferensi Islam.

sumber: pesantrenonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar